RSS

Arsip Bulanan: Maret 2008

Belajar pada Thawafnya Alam Semesta

Janji Hakiki

T. Djamaluddin

Dimuat Hikmah Republika, 23 Maret 2000

 

Dia
(Allah) berkata kepada langit dan bumi, "Datanglah kalian dengan taat atau
terpaksa". Keduanya menjawab, "Kami datang dengan taat".
(QS 41:11)

Dan (ingatlah),
ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak  Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap
jiwa mereka (seraya berfirman):
"Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka 
menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi (QS 7:172)

Setelah Allah menciptakan alam
semesta dan manusia, kemudian Allah ‘melantiknya’ dengan mengambil janji.
Langkah ini pula yang kita tiru ketika kita menetapkan seseorang menjadi
pejabat pemegang amanat. Maksudnya, tentu agar setiap langkah dan tindakannya
tidak lepas dari janji yang pernah diucapkannya.

Langit dan bumi adalah makluk fisik
yang tidak berjiwa, tidak mempunyai kemampuan berkreasi. Mereka mengerjakan
sebatas ‘program’ yang telah ditetapkan penciptanya, tidak ada kemampuan lebih
dari itu. Karenanya ketika amanat diberikan Allah mereka menolaknya. Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat
kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat
itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh
manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh (QS 33:72).

Bukti ketaatan
langit dan bumi mudah dilihat dari gerakan mengitari pusat massanya.
Gunung-gunung mengitari pusat bumi. Bulan mengitari bumi. Bumi dan planet-planet mengitari matahari. Matahari dan ratusan milyar bintang mengitari
pusat galaksi. Dalam bahasa fisika, gerakan benda-benda langit akibat gaya
gravitasi. Dalam bahasa Alquran, gerakan itu bukti ketaatan kepada Khaliq-nya, tanpa tawar-menawar sesuai
janjinya.

Jasad manusia pun
benda fisik yang tidak berbeda dengan alam. Unsur kimiawinya yang didominasi karbon,
hidrogen, oksigen, dan nitrogen juga terdapat di alam.Gerakannya pun mengikuti
hukum yang berlaku di alam. Bila terpeleset akan jatuh ke bawah, sama seperti
jatuhnya batu. Bila mati akan terurai bersatu kembali dengan tanah. Secara
jasmaniah, manusia memang sudah terikat dengan janji ketika langit dan bumi
tercipta.

Namun manusia bukan sekadar jasmani, tetapi ada bagian
ruhani yang menjadi ciri dasar kemuliaan dan kelebihan manusia dibandingkan
makhluk lainnya (QS 17:70). Manusia dipercaya sebagai khalifah di bumi dan
diberi pengajaran yang tidak diberikan kepada malaikat (QS 2:30-31), hingga
malaikat pun diperintahkan Allah untuk bersujud. Allah memang
menciptakan
manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya (QS 95:4). Namun keistimewaan itu
bersyarat, bila  sejumlah keterbatasannya dapat dikendalikan agar tidak mendominasi.

Manusia punya kecenderungan tidak sabar, banyak
berkeluh kesah, dan kikir (QS 70:19). Manusia juga lemah (QS 4:28) dan bersifat
tergesa-gesa (QS 17:11). Kelemahan-kelemahan seperti itu terkait dengan catatan
Allah bahwa manusia itu zalim dan bodoh, walaupun sanggup memegang amanat yang
berat.

Dengan segala potensi keunggulan dan kelemahannnya
itu manusia pun bisa jatuh ke tempat yang serendah-rendahnya bila tidak
disertai iman dan amal shalih (QS 95:5). Memelihara amanat dan janji adalah
salah satu kunci mengatasi kelemahan manusia (QS 70:32) dan menjadi ciri
keimanan (QS 23:8).

Thawaf saat berhaji yang menirukan
gerakan langit dan bumi mengingatkan akan janji hakiki saat awal makhluk
diciptakan-Nya. Setidaknya kita semua diingatkan dengan bacaan Al-Fatihah
setiap rakaat shalat akan janji hakiki pengakuan keberadaan Allah. Memegang
janji yang hakiki itu menjadi dasar untuk menjaga janji dan amanat yang lebih
luas.

 

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Maret 3, 2008 inci Hikmah