Kesalahpahaman
Sekitar Hisab Rukyat
T. Djamaluddin, LAPAN Bandung
Salah
satu penghambat menuju titik temu adalah masih adanya kesalahpahaman di tingkat
ormas, baik di tingkat pimpinan (selain pimpinan organ ormas yang menangani khusus
hisab rukyat) maupun di tingkat anggota akar rumput. Berikut catatan saya
menanggapi kesalahpahaman di situs http://www.muhammadiyah.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=609&Itemid=2&lang=en
Saya berharap ini menjelaskan masalah sesungguhnya. Kalau persepsi sudah kita samakan, insya Allah hasil
kajian teknis tentang upaya titik temu lebih mudah diterapkan.
Komentar simpatisan ormas:
- Jangan sampai penyamaan persepsi merubah pendirian
Muhammadiyah selama ini dalam penentuan awal bulan qamariyah, yaitu jika
bulan telah medahului matahari saat matahari terbenam,asal sudah terlihat
sabit kecil. Patokan pada ilmu falak saja. - Menurut saya, ini adalah masalah KEYAKINAN. jadi gak
perlu satu pihak harus mengalah dan merubah keyakinannya hanya untuk
memenuhi keinginan sebagian orang untuk ber hari raya pada waktu yang
bersamaan. Bagi saya, kalau PP Muhammadiyah bersedia "mengikuti"
PBNU, atau sebaliknya NU yang "mengikuti Muhammadiyah, sama saja artinya
dengan mengingkari keyakinan kita sendiri, atau mengakui "sesalahan
keyakinan" kita selama ini. Dan itu teramat susah buat saya. - Dengan peradaban dunia yang semaikin tinggi,
kemungkinan kecil perhitungan (hisab) meleset, bisa jadi perpecahan dan
perbedaan ini dimanfaatkan oleh umat nonmuslim (kristian) untuk
memrongrong keutuhan persaudaraan islam, Dilihat dari kutipan maklumat PP
Muhammadiyah 1428 H, bengapa dasar alqur’an dan hadist ini tidak dipahami
umat muslim pada umumnya. Tapi semua ini moga semua ini tidak mengurangi
makna ibadah itu sendiri.
Tanggapan TD:
Sedikit pesan untuk teman-teman yang tampaknya
begitu teguh memegang keyakinan. Pliiisss dong fahami masalahnya.
Menyebut-nyebut "patokan pada ilmu falak saja" tidak cukup. Sekarang
ini semua palaku hisab rukyat sudah berpatokan pada ilmu hisab, ilmu falak/astronomi. Teman-teman Muhammadiyah, NU, Persis
juga banyak yang jago ilmu hisab. Hitungan NU, Muhammadiyah, Persis, dan
astronom sudah sama. Mengapa kesimpulannya beda? Karena kriterianya beda.
Muhammadiyah menggunakan kriteria wujudul hilal (sejujurnya, secara ilmu
falak/astronomi ini dipermasalahkan) + prinsip wilayatul hukmi. Ini yang
menyebabkan keputusannya Idul Fitri 12 Oktober. Kalau kriterianya diubah
(sesuai perkembangan ilmu falak/astronomi modern), keputusannya akan beda. Nah,
yang kini diupayakan adalah mencari kriteria yang disepakati bersama oleh
Muhammadiyah, NU, dan ormas-ormas lainnya dengan masukan dari pakar-pakar
astronomi. Jadi, sangat mungkin untuk dipersatukan kriterianya tanpa mengubah
keyakinan metode hisab atau rukyat. Pliiiis deh fahami masalahnya. Kita ingin
bersatu, mengapa dianggap sulit. Mudah kok, kalau mau…
Tanggapan simpatisan ormas:
Pak Thomas, memang kriteria ga’ boleh beda?
Sejujurnya juga, apakah kriteria imkanur-rukyat bebas dari masalah? Mnrt sy
justru lbh bermasalah. Bapak sbg ‘orang pintar’ justru jgn memancing dg
menunjuk kesalahan satu pihak. Baca berita dong, bgmn ustadz Hasyim Muzadi dan
ustadz Quraish Shihab berkomentar. Sangat menyejukkan. Sy setuju dibangun
kesepakatan. Tp, kesepakatan kan tdk hrs dipaksakan memilih satu kriteria yg
sama. Sepakat utk berbeda, mungkin saja terjadi. Persoalan ini jangan dibawa
kepada isu persatuan vs perpecahan. Itu provokator namanya.
Tanggapan TD:
Menjelang Ramadhan PP Muhammadiyah mengelar
simposium penyatuan kalender. Dalam konsepsi hisab rukyat, penyatuan kalender
bermakna penyatuan kriteria.Kriteria itu mancakup kriteria hisab dengan dasar rukyat. Kalau kriterianya beda, sampai kapanpun jangan
bermimpi soal penyatuan kalender. Tenang saja, di tingkat Majelis Tarjih
Muhammadiyah (biasanya diwakili Pak Oman Fathurohman), Lajnah Falakiyah NU (biasa diwakili
Kyai Ghazali Masruri), Dewan Hisab Persis (biasa diwakili Kyai Abdurrahman KS),
dan organ ormas sejenis di tiap ormas Islam hal ini sudah difahami. Kami sudah
biasa mendiskusikannya di Badan Hisab Rukyat Depag RI. Catatan saya untuk
penyadaran bagi semua warga ormas yang belum faham masalah sesungguhnya.
Pertemuan yang difasilitas Wapres Senin 24 September 2007 itu untuk memperkuat hasil diskusi di tingkat BHR
tersebut yang selama ini terbentur hanya sampai tingkat teknis. Sekarang
tingkat pimpinan puncaknya sudah berkomitment untuk samakan persepsi. Di tingkat
teknis, itu bermakna mencari kriteria bersama. Kita tinggalkan kriteria wujudul hilal, kita tinggalkan krietria imkan rukyat 2 derajat, mari kita rumuskan kriteria hisab rukyat yang baru. Masing-masing manju selangkah. Kita bisa bersatu, walau metode
berbeda (hisab atau rukyat) dengan menyepakati kriteria bersama. Tingggal satu
langkah lagi. Mari kita dukung.